Senin, Februari 09, 2009

Pemilu 2009 :: Liberalisasi Politik berkedok Demokrasi

Oleh : rHoMie_zF *)

Bagi sebagian masyarakat awam, Pemilu yang rutin di selenggarakan oleh negara ini tiap lima tahun sekali, tidak lebih merupakan sebuah rutinitas yang membosankan. Setiap lima tahun itu pula rakyat selalu di suguhi dengan rangkaian kata penggugah jiwa yang di janjikan oleh para calon wakil rakyat dan para calon pemimpin negeri ini. Mulai dari slogan ''Hidup adalah Perbuatan'' hingga slogan ''Saatnya hati nurani bicara'' dan slogan-slogan lainnya yang tak kalah menarik, namun pada kenyataannya tidak pernah berimplikasi positif terhadap peningkatan taraf hidup masyarakat kita.

Spanduk-spanduk dan baju-baju beserta pernak-pernik lainnya yang memuat gambar ataupun foto wajah para calon wakil rakyat itu, terlihat selalu menghiasi suasana pelaksanaan Pemilu, tidak terkecuali pada pemilu 2009 ini. Hal ini semakin gencar dilakukan oleh para Caleg pasca keputusan Mahkamah Konstitusi yang menetapkan bahwa keterpilihan Calon Anggota Legislatif di tentukan berdasarkan suara terbanyak. Ini berarti bahwa, kapasitas dan kemampuan intelektual seseorang belum cukup utk menjamin bahwa orang itu akan terpilih menjadi Anggota Legislatif. Akan tetapi, sosialisasi dan keterkenalan orang tersebutlah yang akan mengantarkan Dia menuju ''kursi empuk'' sebagai wakil rakyat.

Saya katakan ''kursi empuk'', karena pada umumnya masyarakat awam beranggapan bahwa posisi sebagai wakil rakyat di parlemen ''dipenuhi'' dengan berbagai fasilitas dan gaji yang tinggi. Dengan paradigma yang terbentuk semacam ini, maka tidak heran jika posisi sebagai wakil rakyat di jadikan seperti ''lapangan kerja'' baru yang menggiurkan.
Maka tidak mengherankan pula jika kita lihat, orang-orang yang tidak memiliki latar belakang pendidikan dan kapasitas yg mumpuni pun, berlomba-lomba untuk menjadi anggota parlemen.

Keadaan seperti ini semakin meneguhkan keadaan politik pragmatis yang menggejala hampir di seluruh negeri ini. Idealisme kerakyatan yang di niscayakan oleh sistem Demokrasi menjadi rapuh dan tergerus oleh nilai-nilai Liberalisme dalam pencapaian tujuan elit- elit tertentu dalam sistem tersebut.
Demokrasi yang semula (katanya) memberikan partisipasi aktif rakyat terhadap setiap bentuk pengawasan pemerintahan, b'transformasi menjadi sistem liberal yang meneguhkan kedudukan orang-orang ber-''duit'' untuk menguasai negeri ini.

Sehingga, tidak berlebihan jika Saya katakan bahwa ajang pemilu 2009 tahun ini semakin mempertegas demokrasi borjuis dan Liberalisasi politiK.

*) Mahasiswa Teknik Sipil Universitas Mulawarman, Samarinda.

Tidak ada komentar: